Text
Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia
"Lebih dari 43 tahun yang silam, dalam makalah saya yang berjudul ""The Indonesian Constitution and Human Rights"" yang disampaikan dalam Seminar tentang ""Basic Problems in Canadian Constitutional Law"" di Faculty of Graduate Studies and Research, McGill University, di Montreal, Kanada, saya telah menyatakan bahwa andaipun UUD 1945 diterima tanpa amandemen, perubahan, ataupun penyempurnaan, persoalan hak asasi manusia (HAM) tetap akan timbul sebagai isu penting dalam hukum tata negara Indonesia di masa depan.
Sinyalemen yang saya kemukakan tersebut masih relevan dengan kondisi Indonesia dewasa ini. Persoalan-persoalan HAM disamping persoalan-persoalan lainnya dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan bidang-bidang lainnya masih banyak yang belum terselesaikan walaupun Indonesia pada saat ini telah memasuki era reformasi. Namun demikian, dari sisi hukum, dalam era reformasi ini lebih banyak peraturan dalam bidang HAM yang telah diterbitkan daripada pada masa Orde Baru.
Masuknya berbagai pasal tentang HAM dalam Perubahan Kedua UUD 1945 dapat dipandang sebagai suatu langkah maju. Sebagaimana diketahui, kurangnya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan HAM di dalam UUD 1945 telah membuat banyak pihak berusaha untuk melengkapinya, di antaranya dengan menyusun suatu Piagam HAM, sebagaimana yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Dalam sidang-sidang yang dilakukan di awal Orde Baru, MPRS telah berhasil merancang suatu dokumen yang diberi nama ""Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak Serta Kewajiban Warga Negara."".Namun demikian, karena berbagai sebab, dokumen tersebut tidak jadi diberlakukan. Kegagalan ini sekaligus juga mengulangi upaya yang sama yang telah dilakukan oleh Konstituante (Badan Pembuat Undang-Undang Dasar). Sebagaimana diketahui, Badan ini kemudian dibubarkan oleh Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959."
Tidak ada salinan data
Tidak tersedia versi lain